Sabtu, 22 Desember 2018

Cry a Lot


Mood: Enjoy this view, earphone plugged while listening to Lana Del Rey's songs and sipping a cup of hot pure milk

Rabu, 07 November 2018

Nowaymber

Awal bulan yang cukup berat untuk menerima kenyataan. Kenyataan bahwa aku tidak sesiap itu untuk mengikuti ujian yang cukup jadi incaran banyak pencari kerja di Indonesia. Bagi anak-anak freshly graduated ataupun para bapak ibu (specifically under 35) yang sudah bekerja non PNS. Menjadi civil servant atau abdi negara adalah harapan untuk sebagian besar orang di Indonesia. Mimpi memperoleh ketenangan hidup di masa tua dengan uang pensiun dari negara membuat banyak rakyat sangat tergiur untuk mendapatkan kesempatan itu. Tak hanya itu, keinginan meninggikan derajat orang tua dan nilai prestigious membuat banyak orang berusaha extra untuk lulus ujian penerimaan pegawai negeri. Les jutaan rupiah, pasang jimat berbentuk bumbu dapur agar supaya lolos dari metal detector, join group whatsapp dan kaskus demi tidak mau ketinggalan informasi membuat tes CPNS kian terlihat seram. Menurutku ikut ujian CPNS seperti sedang menggosok bagian abu-abu di teh gelas. Kita tau bahwa kemungkinan di dalam satu supermarket yang jualan teh gelas mungkin semua bagian abu-abunya bertuliskan "Gosok lagi kamu belum beruntung", tapi tetep aja kekeh dicobain jajan teh gelas sampe kembung. Begitupun aku. Aku sedang menggosok bagian abu-abu itu pake koin seribuan, berharap kalo pake koin dengan nilai uang paling tinggi bisa berhasil, nyatanya sama aja. Mo gosoknya pake konci motor kek, pake amplas alus kek, kalo belom rejeki ya sama aja.


Di saat bersamaan, tampaknya beberapa temanku tidak tertarik untuk menjajal peruntungan diri sebagai PNS. Alasannya: tidak mau bergantung pada negara. Maksudnya sih aku tau, tidak mau waktunya habis dengan saklek 8 to 4, mon to fri. Ada juga yang karena males buat ribet-ribet nyiapin ujiannya. Sehari sebelum aku ujian, sahabat SMP ku datang bersama suaminya yang juga partner kerjanya. Kebetulan keduanya adalah manusia otak dagang, temenku orang Padang btw. Lol. Mereka berdua tinggal di Jakarta, tapi sesekali balik kampung ke Jogja. Tiap mereka balik aku selalu ngga bisa ketemu, karena mereka pasti balik pas weekend which was my working time. Pas udah selo disempetin lah ketemu, ternyata mereka ke Jogja dengan tujuan yang lain. Mereka mau developing sebuah usaha bersama dan lagi coba buat naikin awareness masyarakat dulu. Langkah pertama mereka sih dengan bikin podcast, kenapa podcast? Menurut mereka ini alat iklan yang cukup low budget dan bisa disambil mereka bekerja yang lain. Plus mereka berdua itu cerewet dan ditambah satu temennya lagi sebagai salah satu otak dibalik itu semua. Coba dengerin deh di Spotify dengan keyword Sumber Bahagia atau lewat anchor https://anchor.fm/sumberbahagia. Aku merasa seru. Terus kemaren ke Jogja mereka sedang foto-foto buat their very first product! A big step sih, sementara dari dulu aku cuma ide jualan ini itu banyak banget tapi mereka cukup berani buat memulai. Anyway, good luck you both!




Selasa, 30 Oktober 2018

Bertanya Kepada Siapa

"Be your self!"
Be your self, jadi dirimu sendiri. Jadi, jadi diri sendiri itu seperti apa? Bahkan aku kadang tidak tahu aku itu apa, aku ini seperti apa sehingga aku harus menjadi diriku sendiri. Akan menjadi lebih mudah bagiku untuk menjadi seperti orang lain karena aku memiliki sosok lain yang bisa ku contoh. Lalu... Apakah menjadi diri sendiri itu menjadi bersikap serta berperilaku seenaknya sendiri karena itu bagian dari menjadi diri sendiri? Tentunya bukan seperti itu. Aku percaya menjadi diri sendiri tidak semata-mata menuruti egoisme kita untuk hidup sebagai 'diri sendiri'. Akan ada banyak proses untuk ku agar aku dapat menjadi diriku sendiri. Dengan banyak cara tentunya, serta pengalaman hidup. Bukan berarti setelah usiaku hampir menyentuh seperempat abad lalu aku sudah bisa menjadi diriku sendiri, mungkin karena sudah dianggap dewasa lalu aku bisa menjadi diriku sendiri. Ini tentunya bukan karena faktor umur, menjadi diri sendiri bukan perkara saklek mencari lalu bertemu.
Ketika menyendiri, seharian menonton youtube dan makan hingga napsuku terpenuhi tanpa melakukan hal berarti (bermalas-malasan) adalah menjadi diriku sendiri, my another soul inside me whispers "its not your part being of 'yourself'." Lalu kembali, aku rasa aku belum sepenuhnya menjadi diriku sendiri. Ada rasa kurang nyaman untukku untuk hidup seperti aku saat ini dimana menjadi seorang yang mudah marah dan tidak peduli (cuek, tidak acuh, dan masa bodoh) serta boros bukan main bukanlah menjadi bagian dari diriku, tetapi aku tidak bisa lepas dengan hal itu. Rasanya sungguh melekat tidak bisa aku tidak seperti itu. Sering kali berpikir, apakah ini karena zodiak, atau ini karena gen? Seperti yang ku katakan tadi akan mudah bagi diriku untuk menjadi orang lain, dengan melihat ibuku sebagai seorang yang cukup tempramen, aku merasa hal itu wajar jika juga terjadi padaku. Lalu pada saat aku mencontoh 'diri' orang lain (bagian positive) dan menerapkannya kepada hidupku, aku merasa senang dapat melakukan hal itu, tapi aku merasa itu bukan diriku karena aku jelas mengcopy orang lain.
Walaupun untuk menjadi diri sendiri membutuhkan waktu untuk mencari, lalu intinya menjadi diri sendiri itu seperti apa? Apakah kelak aku akan mati dalam keadaan tidak menjadi diri sendiri hanya karena aku kesulitan mencari arti menjadi diri sendiri hingga akhir hayat?

Seperti kehidupan rusa-rusa dan burung unta di dalam sangkar kawat ini, aku rasa mereka belum menjadi dirinya sendiri. Mereka harus menjadi sosok lain untuk hidup seperti ini, menjadi penurut dan sosok yang bergantung, agar manusia bisa mensupply makanan untuk mereka. 




Senin, 17 September 2018

Mondaye

Biasanya emang dapet libur pas weekday, mostly on Monday karena aku kerjanya emang pas weekend (Jumat - Minggu). Tapi ya juga udah dua minggu ini aku work from home, jadi lebih banyak mengerjakan kerjaan dan hal-hal lain di rumah daripada keluar. Di rumah terus kadang bikin aku terobsesi untuk membuat berbagai hal do-it-yourself, entah yang menjahitlah, gambar-gambarlah, atau masak. Walaupun di segala aspek kemampuan tadi aku standar-standar aja. Hari ini sepertinya hatiku tergerak untuk buka cookpad dan berseluncur melihat-lihat resep, ngiler deh. Keinget di kulkas ada bahan apa aja yang kira-kira bisa dieksekusi. Cuma keinget ada daging sisa lebaran dan mayones, mulai lah memasukkan kata kunci 'mayo' dan 'daging'. Lalu suggest yang muncul adalah deretan resep risol mayo yang gendut dengan kulit golden brown ditambah cocolan saos sambel. Hmmm. Sepertinya ini mudah...
Mulailah membuat risol mayo dengan modal resep cookpad dan nanya-nanya kepada ibuku yang lagi nongkrong di dapur. Pertama, kita harus menyiapkan bahan-bahannya, jadi kita butuh bahan untuk buat kulit risol dan juga bahan untuk isiannya. Kalo isinya sih cuma mayo, irisan telur rebus, cacahan tipis bawang bombay, keju parut, dan suwiran daging sapi karena adanya yang bentuk suwiran campur lemak. Kedua, ini adalah ala hell kitchen jadi aku melakukan apapun tidak dengan normatif asal terbalut saja isiannya maka ya sudah lah. Tidak pula dibaluri dengan kocokan telur serta tepung roti. Tapi ku akan menjelaskan best part dalam cooking experience kali ini yaitu mayonya, mayonya adalah home made! Ibuku bikin mayo nya sendiri. Jadi cuma butuh minyak sayur, putih telur mentah, beberapa banyak garam & gula, lalu perasan jeruk nipis, karena mau yang berasa pedes jadi tadi dicampur juga sama saos tomat dan saos sambel. Bahan-bahan tadi cuma dicampur aja semua terus dikocok pake mixer, takerannya ku tak tahu karena tiba-tiba pas bikin kulit risol, mayonya sudah jadi aja.
Kata Miha ini ena, kata ibu pun. Kataku juga sih. Cuma ini cukupnya hanya sebatas untuk konsumsi anggota keluarga. Untuk tahap menyuguh bentuknya kurang oke, walaupun rasa saingan sama risol mayo pasar yang lima ribuan. Tapi at least it proves that I actually not really bad at cooking. Pada gambar, cenderung terlihat seperti pisang goreng atau martabak mini. Tapi ini sungguh risol mayo.

Rabu, 12 September 2018

Olive

Aku ngga pernah tau rasanya sedih kehilangan sesuatu yang disayang sampai akhirnya Olive (kucingku), kurang lebih 5 hari lalu pergi main ngga pulang-pulang sampai detik ini. Pagi itu kebangun cukup pagi dari biasanya, jam enam lebih kalo ngga salah, masih sedikit mendung khas pagi hari, dingin juga. Ayahku agak ribut di ruang tv atas, sambil teriak "Olive... Olive... Tulik... (Tuyul Cilik, panggilan sayang ayahku ke Olive)" ke arah jendela luar kayak manggil nyariin bukan kayak manggil nyuruh naik. Kebangun dan aku panik, mbatin "Napa nih bocah?". Keluarlah aku dari kamar, nanya ke ayahku ada apa. Katanya Olive main kok ngga pulang-pulang, ayahku khawatir soalnya Olive pergi main tapi belum makan. Lalu aku merasa lega, "Olive biasa pulang jam delapan, Yah. Tenang aja to." Kami berdua merasa sedikit tenang karena itu berarti wajar. Sejam berlalu, ibuku yang biasa ditemani Olive lagi-lagi bertanya "Cuing-Cuing (panggilan sayang ibuku ke Olive) kemana ya, Kak? Kok belum pulang? Biasanya ini udah pulang lo, lagi makan biasanya." Yang tadinya santai, tiba-tiba aku jadi panik lagi. Iya juga ya, biasanya dia kalo belum makan sebelum main bakalan balik ke rumah lebih cepet sebelum panas. Mulailah manggil-manggil Olive, biasanya aku manggil dia sambil goyang-goyangin kaleng makanannya langsung aja pasti nyamperin dengan berlari super kenceng kayak tamiya. Dari atep rumah tetangga sih biasanya. Saat itu kaleng udah digoyang-goyang, panggilan-panggilan ke Olive mulai kenceng dan intens tapi dia ngga juga keliatan tanda-tandanya balik ke rumah. Setengah jam sekali aku manggilin Olive. Jam sebelas. Mulai makin panik. Oli udah resah, bahkan dia ngga mau makan, entah ikut panik atau ngga laper. Ayah sama ibu juga tampaknya cemas, cuma mereka keliatan santai. "Bu kasian e Oli ngga mau makan kayaknya, coba cari Olive lewat group RW." kata ayahku di meja makan. Setelah itu ibuku buru-buru chat di group RW buat minta tolong bagi siapa aja yang liat Olive tolong hubungin, untung ada foto Olive yang proper. Nunggu... Nunggu... Nunggu... Sampe sore ngga ada kabar. Lemes. Kebetulan dari siang ayah ibuku pergi, pas sore mereka pulang "Kata temen ayah kalo kucing pergi main, nanti balik lagi kok, 3 harian paling." Aku yang tadinya ngga sabar pengen tau balesan tetangga di group RW jadi yang 'Oh gitu ya, yaudah deh, paling Olive pengen explore bentar'. Tapi tetep aja resah, bayangin kemana sih dia kalo main kok sampe jam segini ngga pulang. Apa ketemu kucing lain. Apa ditemuin orang. Apa kenapa.
Sehari, dua hari, tiga hari. Kok ngga ada info, ngga ada kabar, ngga ada muncul wujud Olive di jendela. Hati mulai resah, mulai gelisah, ngga bisa nih kalo diem aja. Aku mesti berusaha nyari ke sekitar rumah walau dari kemarin ayahku sudah melakukan hal itu. Pergilah aku ke balai desa belakang rumah, anterin ibu arisan sambil bawa Oli muter kampung. Siapa tau Oli bisa memanggil Olive pake mata batin kucing mereka. Namun tetap saja tidak ada keajaiban apapun.Oli malah nervous akut liat banyak orang. Tanya-tanya ke tetangga, ada yang pernah liat Olive nangkring di tembok laundryan, ada yang pernah denger suara kucing di rumah kontrakan kosong samping rumah, ada yang bener-bener ngga tau kalo aku punya kucing. Untungnya tetangga sekitar rumah ini banyak yang tau Olive sih, kalo pada ke rumah Olive suka menyambut gitu, terus emang di kampungku jarang ada yang pelihara kucing jadi ya kalo dia main-main ke genteng tetangga udah pada ngeh itu kucing pak Edial. Setiap denger keterangan warga sekitar tentang pengalamannya dengan Olive, hatiku rasanya nyes, pengen nangis tapi gendong Oli, tapi di depan tetanggaku masa. "Saya tau lo mbak kucingnya, yang lucu kan bentuknya item putih, ekornya panjang terus alus banget kan. Semoga cepet pulang ya mbak kucingnya." Ku hanya dapat menyauti dengan senyum sambil "Iya pak, doain ya pak."
Sampai akhirnya malam itu aku coba senterin rumah kontrakan tetangga yang kosong, yang menurut tetangga pernah denger suara kucing meong-meong, yang juga kemaren paginya Miha denger suara meong-meong waktu jemur baju di loteng. Kata Miha eongannya lumayan kenceng, entah halu atau gimana, tapi mirip eongan Olive yang lirih. Aku teriak-teriak, manggilin Olive sambil senterin jendela rumah tetangga. Tetep aja ngga ada. Ngga keliatan ada dia. Dan malam itu berakhir dengan nangis sejadi-jadinya. Ayahku yang ngga tega denger aku nangis langsung gercep nanyain lagi ke tetangga yang mana kita tahu aku sudah melakukan hal tersebut sebelumnya. Namun mau gimana lagi. Emang ngga ada yang liat.
Rasanya emang harus ikhlas walau pilu, harus membiasakan diri pulang ke rumah ngga disambut bocah gemes itu. Tiap buka handphone, liat galery terus foto Olive rasanya pengen nangis. Biasanya dia selalu tiduran depan pintu sambil tiduran dengan pose foto model. Wadah makan yang biasanya selalu kosong karena kerakusan Olive, sekarang selalu masih penuh, Oli ngga terlalu suka makan. Kandang yang biasa dipake Olive buat ruang hukuman, udah dilipet ayahku, biar ngga sedih kalo liat katanya. Yang biasa nemenin ibu masak sama nonton tv udah tinggal Oli aja. Ngga ada objek yang bisa diuwel-uwel kalo lagi suntuk pengen boosting mood. Ngga ada anak kecil yang bloon suka ngumpet dalem tas terus sampe ketiduran. Ngga ada yang suka mijit-mijit dan jilat-jilat kaki lagi kalo main ke kamar. Ngga ada lagi yang suka berantem sama Oli kalo lagi bodong, dan peluk-pelukan kalo lagi sayang. Oli sebagai yang ada duluan di rumah, cukup bertanggung jawab dan ngemong Olive layaknya kakak laki-laki.
Liv, dedek, kesayangan kakak. I know you would not read this, I know you would not know that this writing is exist, but I hope you can feel the longing I feel. Semoga kamu seneng ditempat baru, ngga diomelin lagi sama ayah karena suka manjat-manjat tembok dan mainan coro. Semoga kamu baik-baik aja disana, ngga nakal kalo lagi dimandiin. Ayah ibu kakak-kakak dan mas Oli, rindu kamu.

First day at home! March, 2018

Kamis, 06 September 2018

Ingin Beli Rumah

Aku dulu ngga pernah mikir kalo kota semacam Jogja yang mini nan asri dengan kearifan lokalnya bisa dibangun apartemen, condotel, dan hotel-hotel mewah seperti saat ini. W mikirnya sih "emang bakal laku ya hal kayak gini di Jogja?", oke, ternyata emang laku. Kalo ngga laku, ngga mungkin developer pada berani bangun bangunan semacam itu. Konsep 'murah' di Jogja kian memudar mengikis asa merongrong kalbu mengusik sanubari. Semenjak kerja di tempat yang akrab dengan dunia perpropertian, ku baru mengetahui betapa mahalnya harga beli rumah dan tanah, ngga cuma di Jogja, di pinggirannya pun, Jalan Palagan misalnya... Gausah nanya berapa. Mahaaaaal. Iya. Semahal itu. Beneran. Entah ya, mahal itu karena mahal atau memang akunya saja. Kalo sedang ngobrol dengan sobat kismin yang lain "orang kok bisa ya punya duit ratusan juta gitu, gimana coba cara mintanya ke Allah?"
Secara ga sadar kalo nunggu lampu merah di ringroad jadi suka perhatiin baliho-baliho segede gaban info jualan rumah mewah yang harga cicilan perbulannya aja segede gaji w setengah tahun. Jadi merhatiin plang-plang kecil level bambu yang isinya info perumahan pinggiran kota sebagai alternatif, tapi ya same aje. Sering overheard "coba tanah yang di Palagan pak, udah murah itu, satu koma dua em aja lo pak" atau "ini lo design rumahnya, murah ini, fasilitasnya ya garasi lah, dua em laku ini pasti". Asem. Duit ratusan juta aja gimana dapetnya, ini em em an. Duit segitu gimana cara dapetnya kalo upah buruh maksimal yang tiap bulan aja udah abis buat jajan paket paha atas olive sama original thai tea di fremilt.
Apakah ku harus ucapkan selamat tinggal untuk rumah tipe idaman yang ku fantasikan sejak kecil? Bayang-bayang ingin memiliki rumah sederhana yang luas serba putih, kayu-kayuan, tegel kunci, keramik kasongan, jendela kaca, lantai parket, lampu-lampuan, adem, sejuk, dengan halaman belakang rumput-rumputan yang bisa dipakai kemah dan pesta barbekyu lenyap ditelan banyaknya angka enol. Kebanyakan orang terus lebih milih beli kavling perumahan sebagai solusi, untukku yang kismin, KPR perumahan masih kerasa mahal juga, nabung DP nya aja ga kebayang.
Ya sudah. Tampaknya ku ingin hidup dengan orang tua ku saja, bahkan sampai menikah nanti hahahaha, semoga bapak ibuku setuju dengan rencana ini...


Rabu, 05 September 2018

Menata Hidup

Menjalani hidup tanpa rencana, pasrah saja besok pagi bagaimana, terdengar semudah itu keyakinanku.
Aku ingin hidup yang hidup, setidaknya untuk saat ini.
Sungguh sebenarnya susah dilakukan, takut dihalau kecemasan, malu mengakui keraguan.
Yang ingin dimohonkan detik ini dan seterusnya adalah kesehatan dan panjang umur untuk ayah dan ibu.
Semoga senantiasa diberikan rejeki oleh Tuhan.



Selasa, 21 Agustus 2018

Renjana

Untuk kamu, S, yang ku kasihi sepenuh hati walau kadang membuat emosi.
Tak apa terpisah jarak, tak apa dirundung rindu. Hidup memang begitu.

Ke Taman Hiburan, Menghibur Diri Melihat Hewan

Tapi yang ku lihat hanyalah kesedihan, dari matamu...






Jumat, 20 Juli 2018

Sekali Lagi?

Aku rindu mengunyah kurma beku yang rasanya tidak terlalu manis tapi dingin di pelataran masjid Quba setelah shalat Dhuha dengan bersempit-sempit ria karena berebut karpet sajadah yang masih kosong dengan ibu-ibu arab yang tidak sabaran untuk bergantian shalat. Aku rindu mencium aroma khas harum karpet masjid Nabawi yang terendus saat sujud tiap shalat fardu. Aku rindu berjejal dan bersabar menunggu bersama dengan rombongan jamaah perempuan Pakistan di pintu nomer satu dan berlari sekuat tenaga entah ke arah mana namun menuju raudhah dan menangis sejadi-jadinya dalam shalat sunah dua rakaat di depan makam Nabi bersama adikku. Aku rindu saat-saat termangu menatap tidak percaya bisa berhasil menyentuh dinding Ka'bah yang mana setiap hari manusia di bumi ini bersujud ke arahnya.


Rabu, 20 Juni 2018

Membuat Sendiri

Semenjak sering lihat-lihat online shop, membanding-bandingkan barang online shop satu dengan lainnya, baca details bajunya di description box nya aku jadi merasa "Yaelah barang tipis gitu aja tiga ratus ribu". Muncul mental proletar yang susah diajak tampil penuh gengsi. Terus suatu sore ibuku tau aku akan gathering buka bersama dengan rekan kantor di luar kota, ibuku iba karena bajuku itu-itu aja ngga menarik dan membosankan. Terus besoknya diajak beli kain kiloan di Jalan Solo yang mana itu juga surga kecil ibuku karena pasti setelah keluar dari situ hari-harinya tak akan bingung lagi karena akan disibukkan dengan kegiatan menjahit. Dibelikannya aku kain yang disuruh pilih sendiri di tumpukan yang brutal sekali mawutnya. Sistem penjualannya adalah tidak milih kain lalu dihargai permeter gitu sister, tapi milih kain terus request berapa meter sama mas yang pegang gunting sama meteran, lalu kain pilihanmu akan ditimbang, nah itu dia kainmu dihargai seperti kita membeli jeruk di Superindo, ditimbang berapa kilo lalu dikalikan harga perkilonya. Kalap. Ibuku kemarin yang katanya iba dengan anaknya beli kain sampai setengah juta lalu yang untuk anaknya cuma jadi 2 lembar baju saja, sisanya? Ya buat ibuku sendiri.



Lokalan

Aku merasa sedih karena tiap gajian duitnya pasti abis buat jajan makanan yang akhirnya cuma bikin mangkel karena bikin gendut terus setres sendiri. Abis itu mencari-cari baiknya dibelikan apa ya duitnya biar kalo abis gajian ga selalu latah pengen meluncur ke Ichiban beli sushi yang 25 ribuan. Tadinya pengen nabung saham, ada yang 25 ribu, tapi engga deh. Terus kepikiran nabung emas di Pegadaian, tapi diurungkan juga karena terlalu keren. Lalu aku merasa centil dengan pengen beli body and skin care, mencoba yang lokal punya karena yang cukup terjangkau tanpa jastip dan ga pake kepikiran harganya yang bisa bikin gelisah menyesali tindakan konsumerisme ini.

Beauty products lokalan, yang pertama adalah The Bath Box @thebathbox. Pertama kali tau produk ini itu dari explore Instagram. Feeds nya menarik sih dan cukup mengedukasi konsumennya, okelah, jadi coba deh liat-liat. Abis baca-baca, ternyata ini sabun mandi yang juga berfungsi untuk healing your skin problems. Kayak kulit bruntusan, kering, dan sebagainya. Kebetulan karena kulit telapak tangan suka kering kalo pake sabun mandi biasa, jadi nyoba aja deh pas promo di tokopedia my love. Belinya yang varian Original & Ocha, promo bundle yang 300ml. Kalo ngga salah based ingredients productnya itu susu kambing gitu yang mana aku tau sabun mandi susu kambing itu lembut seperti kasih sayang seorang ibu. Yang pertama aku pake sih yang Original, baunya kalo menurutku enak kayak susu Bear Brand yang Gold White Malt which is calming and soothing. Sabunnya cair, literally cair warna coklat bening. Berbusa walaupun ngga lebay dan gampang dibilasnya, yah mayan lah hemat air. Efeknya mayan, kulit telapak tangan tak lagi kering dan kasar seperti rewang. Kadang buat cuci muka juga karena aku ingin saja.

Lalu yang kedua adalah Sandarajiwa @sandarajiwa. Ku tau ini dari Instagram mba Rara Sekar yang sedang mengkampanyekan pengunaan barang-barang lokal dan beberapa twitter influencer gitu lah yang memberikan kesan positif setelah memakai produk Sandarajiwa. Aku yang mudah terhanyut ini mencoba untuk menjajal produk yang kalau di highlights Instagram bagian testimoninya berisikan racun. Hampir semua testimoni konsumennya bilang abis pake toner dan serumnya bikin tampak natural glowing, kulitnya bercahaya seperti memakai highlighter namun tidak, sangat mejik. Lalu aku membelinya, mengirimi DM lewat akun Instagram, tapi lama banget balesnya 3 hari kalo ngga salah. Abis itu dikasih pricelist dan form pembelian, sebenernya bisa kayak konsultasi gitu sama adminnya kulit kamu cocoknya pake produk yang mana, hanya saja aku waktu itu sudah memilih Moontale Toner yang di kemasannya bilang bagus untuk kulit yang lelah dan tidak ketinggalan morning serumnya. Pas udah sampai rumah ku lihat botol tonernya besar ugha kek botol minum, terus serumnya pake botol spray cocok untuk insan yang males oles-oles. Moontale toner cairannya warna ungu yang berasal dari the blue petal dan ada bunganya beneran dalem botolnya, apakah maksudnya bunga talang? Entah. Ada salah satu testimoni yang bilang, dia malemnya pakai sebelum tidur, pas bangun-bangun udah keliatan efeknya, sangat dewy dan yahet. Apakah itu benar? Coba saja deh, ternyata..... Di aku tidak terlalu cepat efeknya. Seminggu baru kerasa kek yang orang-orang bilang. Cuma buatku produknya bekerja maksimal kalo ngga dicampur sama skincare lain. Pernah aku coba campur sleep mask Laneige dan COSRX tapi malah minyakan kek bakwan ngga laku.


Senin, 21 Mei 2018

My Babies

Oli, one year old. Olive, 5 months old.
Siblings, love-hate relationship.