Senin, 04 Mei 2020

Kemana aja lah asal sama kamu, ah sedap...


"Ada ngga negara yang pengen kamu datengin?"
"Engga ada kayaknya."
"Masa ngga ada sih?"
"Iya ngga ada."
"Kok bisa ngga ada?"
"Bisa aja."
"Kenapa ngga ada?"
"Iya soalnya aku gabisa bahasa inggris."
"Mimpi aja ada ngga?"
"Ada kalo mimpi."
"Kemana?"
"Jepang."

Terus ke Merapi, latihan takjub liat Gunung Fuji kalo-kalo beneran sampe Jepang.
Yang terlalu realistis itu S ya. Aku yang bagian nanya-nanya.
Sedih juga jadi anak yang kurang berprestasi dan tidak suka nabung. Jadi pengalaman dan kesempatan sering banget kelewat. Kadang pengen ikut give away trip keluar negeri tapi karena faktor keberuntunganku sangat tipis jadi sering diurungkan. Kalo nabung aku ngga bisa duit seratus ribuan, suka kepikiran pas akhir bulan, pengen dijebol. Jadi nabung seribuan koin emang paling aman. Tapi kalo buat sampe Jepang andelin tabungan seribuan koin mungkin aku nabungnya harus sampe sepenuh tabung LPG 12 kg.

Jumat, 01 Mei 2020

Social distancing / self distancing / self isolation / quarantine / whatever you call it


Work from home adalah bekerja dari rumah yang mana bangun tidur dengan setting alarm semenit sebelum brifing kerjaan mulai. Awalnya aku sangat menjunjung tinggi asas semangat kerja datangnya setelah mandi pagi namun lama kelamaan semangat kerja datangnya adalah dari kualitas tidur yang baik dan  kuantitas istirahat yang cukup. Aku adalah salah satu karyawan di kantor yang beruntung karena tidak terlalu menderita karena pandemi korona dan wabah boyoken ini. Aku tidak harus galau jauh dari keluarga karena tidak kos, dan aku tidak harus menderita karena aku punya meja dan kursi kerja yang proper. Karena setiap briefing dan dimintain feed back dari kegiatan WFH ini semua mengeluhkan "Kangen kantor, kangen kursi kantor" semua orang sakit punggung karena kerja sambil tengkurep dan lesehan selama 9 jam kerja tanpa bisa jalan-jalan ke pantry kantor buat jajan risol sebagai aktivitas peregangan otot. Apa tidak mengalami kejompoan di usia dini jika seperti ini.

Beberapa orang merasa bosan kerja di rumah sampai setres, beberapa berusaha tetap produktif biar tidak mati gaya, beberapa lainnya biasa-biasa aja cenderung nyaman termasuk aku. Sebagai salah satu anak di kantor yang tidak punya banyak teman dan jarang bersosialisasi, moment ini rasanya seperti hadiah karena aku sudah jadi anak yang tidak suka ikut ghibah di kantor. Setelah dikaji ulang, aku itu bukan anak yang introvert melainkan anak yang dominan dan ngambekan. Jadi aku butuh atensi lebih, sementara tidak semua bisa memahami itu. Apa itu basa-basi dan saling memuji prestasi. Apa itu haha hihi update kemesraan bersama rekan kerja. Hahahahahaha ini nyinyir. Tapi ya sudah daripada aku ngambek dengan semua anak kantor karena masalah sepele aku memutuskan untuk underground dan membuat imej dingin di masyarakat.

Bekerja di rumah adalah saatnya aku mengeluh tanpa harus didengar anak-anak lain karena menjaga wibawaku selama ini. Saatnya aku bisa menghabiskan waktu produktifku dengan main sama Oui dan Oti. Saatnya aku ngemil tanpa was-was bakal dilirik tajam penuh isyarat untuk menyimpan Potabee-ku di laci meja oleh supervisor. Saatnya duduk sambil angkat kaki ala konsumen angkringan karena pegel jiwa dan raga. Saatnya kerja tanpa masker sensi yang dipake dari berangkat sampe pulang kerja sampe dikira ODP sama anak-anak kantor.

Bagaimanapun korona dan segala kejadian yang mengikutinya cukup membuat semua lapisan masyarakat di bumi ini bereaksi. Mulai dari yang menunjukkan sikap kepedulian hingga ketidakpeduliannya. Dari yang merespons ini dengan biasa sampe yang luar biasa. Dari yang sebelumnya cuek hingga saling menyemangati untuk stay sane. 

Setiap hari rasanya berubah-ubah. Berita-berita dari tv dan Twitter cukup bikin kita kebingungan karena ini mau marah, mau takut, mau sedih, mau waspada, mau santai, mau mengumpat, atau mau yaudahlah. Liat postingan orang tua yang mulai pening menghadapi tugas-tugas sekolah dari rumah anak-anaknya. Liat postingan jualan teman-teman yang bikin pengen dibeli. Liat postingan berita satwa di kebun binatang terancam kelaparan sementara Oui makan tinggal ngeong. Liat berita orang-orang yang tetap memaksakan diri pergi ke masjid karena tidak peduli korona yang penting beribadah kepada Allah karena takut azab Allah daripada korona terus besoknya positif korona bikin serumah jadi ODP. Aku adalah salah satu manusia yang bersyukur karena bisa beribadah di rumah dengan maksimal dan karena selama hidup baru ini ayahku jadi imam tarawih di rumah.

Hampir semua orang yang aku kenal dan aku tanyai perasaannya tentang pandemi ini, jawabannya adalah takut. Garda terakhir yang seharusnya paling berani, tetap saja jawabannya takut tapi tidak ada pilihan lain karena tanggung jawab profesi. Tidak pernah sesetres ini sampai tidak bisa tidur berhari-hari karena cemas. Test ujian masuk Bank Indonesia waktu itu yang aku anggap paling bikin setres saja kalah. Tiba-tiba batuk, tiba-tiba pusing, tibaa-tiba nangis sendiri, tiba-tiba mual, tiba-tiba sesak, tiba-tiba merasakan corona symptom, tiba-tiba minta ampun ke ibuku karena selama ini jadi anak yang kurang baik untuk keluarga. Saking setresnya aku berencana resign karena kebijakan WFH kantor yang lambat walau ga selambat itu. Apa tidak makin setres ya kalo kemaren beneran resign. Apa kabar tagihan Shopee Pay Later ku. Apa kabar uang jajan Oui sama Oti.

Ditambah kondisi ini bertepatan dengan bulan Ramadhan, dimana semua orang pengen berkumpul dan dekat dengan keluarganya. Akal dan nalar sulit ditahan karena faktor emosional. Sesimpel pengen buka dan sahur bareng, pengen shalat Fardu dan Tarawih berjamaah walaupun cuma bisa di rumah. Aku sebagai anak yang punya privilege untuk selalu dekat dengan keluarga kadang cant relate. Cuma bisa komentar kenapa orang-orang seegois itu untuk pulang kampung aka mudik tanpa mikir dampak kepulangannya. Tapi setelah S ngga bisa balik ke negaranya karena semua penerbangan dinonaktifkan, setiap ngobrol sama dia tentang pulang rasanya ikut berat. Kangen ibu. Terus tenggorokan rasanya tercekat dan ikut merasakan keentahan perasaan ini. Walaupun kalo dia cerita ya biasa aja sih ngga sedrama itu ditambah "Aku bisa aja pulang naik Hercules. Kalo aku mau tapi." tapi ada rasa pedih-pedih bawang mengembang di mata. 

Tidak pernah kepikiran hal seperti ini bakal kejadian dalam hidupku, akhirnya punya juga cerita masa muda yang berpuluh tahun kedepan bisa diceritain ke anak cucu walau ceritanya waktu ada pandemi korona ibu ikut menyelamatkan dunia dengan tidur-tiduran dan memastikan stok jajan di kulkas tercukupi. Jujur yang aku cemaskan dalam hidupku selama ini adalah jika wabah zombie terjadi. Apa tidak semakin gila karena kalo mau mencari makanan harus bertarung dengan kelompok lain dan memenggal kepada zombie sebagai perlawanan.

Jika pandemi ini sudah selesai, aku tidak memiliki keinginan apa-apa selain hidup seperti biasanya. Hidup secara normal tanpa takut dan penuh waspada tiap belanja bulanan karena bertemu banyak manusia lain. Hidup secara normal tanpa rempong sedikit-sedikit harus lap-lap tangan pake tissue basah atau pakai hand sanitizer sampe tangan kering mengelupas. Hidup secara normal tanpa penuh curiga ketika ingin cipika cipiki dan salaman dengan orang lain. Hidup secara normal tanpa menyemprot disinfektan ke plastik jajanan yang habis dianter pak Grab Food. Hidup secara normal tanpa keengapan karena harus pakai masker all the time.