Minggu, 22 Agustus 2021

Halo!

2021 goes so fast. Cant believe its mid year already. Perasaan kayak baru masuk 2021, kalo lihat bungkus makanan terus tanggal kadaluarsanya 2022 tuh masih berasa lama, padahal kita kan udah ada di tahun 2021 ya. Nyebelin banget sih emang corona ini, membuat hari-hari berasa kurang menarik. Bangun tidur apalah apalah tau-tau udah maghrib. Apalah apalah-nya ini tentu ya ngga ngelamun gabut sih ya kita juga kan kerja cari nafkah buat bayar jerat shopeepay, cuma ya kalo badan sih ya diem aja sama makan agak kencengan dikit. Ngga sadar tau-tau berat udah 72 kg, langsung pengen daftar jadi peserta cabor angkat besi.

Diem-diem liatin video renovasi kamar di TikTok sampe review barang-barang aneh di Shopee, kepoin rumah tangga selebgram, melihat perdebatan dan membaca isi kepala manusia-manusia di Twitter. Kadang ya kalo bosen banget bisa disempatin liat Youtube Atta Halilintar yang sempat memberikan contoh budaya patriarki dalam kehidupan masyarakat. Kapan hari kaum feminis kasih bahan diskusi tentang childfree yang dikomporin Gita Savitri.

Budaya patriarki adalah budaya yang dipilih (secara tidak langsung) dan diterapkan dalam keluargaku. Dalam kegabutan ini ku hanya ingin  menulis yang mudah-mudah saja. Bapakku tentu adalah pentolan dalam keluarga, bisa dibilang di rumah kami semua hampir semua keputusan besar harus dengan persetujuan bapakku. Kalo bapakku jadi presiden mungkin sistem negaranya adalah demokrasi otoriter. Warga boleh kasih usul, kasih pendapat, masukan, uneg-uneg, kegelisahan, tapi ya keputusannya ada di tangan bapakku (yang kadang suka diambil tiba-tiba).

Contoh, kami sekeluarga pergi jalan-jalan naik mobil karena PPKM jadi ya bakal cuma di mobil saja. Lalu bapakku nanya, kita akan jalan ke arah mana. Aku pasti bilang terserah karena bapakku yang nyetir, suka-suka dia lah yang penting jalan-jalan. Namun beliau tidak setuju jika diberi respons terserah, kami harus kasih usul. Ya ku jawab ke arah Jakal, terus beliau bilang kalau Jakal pasti rame dan macet. Ya sudah ke arah Bantul, beliau juga menjawab kalau Bantul kejauhan. Ku tidak mau menjawab Godean karena jalannya kurang jalan-jalan friendly. Ku jawab lagi terserah (tapi kali ini ya tentu dengan agak kezal) yang jalannya paling enak dan mudah untuk dilalui. Akhirnya kita ke Jakal tanpa diskusi lagi.

Walaupun di antara bapak dan ibuku, ibuku yang paling galak tapi if daddy says no, then no. Bapakku kadang memang menyebalkan tapi herannya sampai dewasa aku tidak pernah mengeluhkan sistem dan pola kerja demokrasi otoriter ini karena aku dan adikku masih diperbolehkan untuk menyampaikan pendapat. Setidaknya kita punya hak berbicara dan memilih.

Waktu ramai perkara ketidakadilan dalam sistem patriarki di rumah tangga, tempat kerja, dan lingkungan sosial aku merasa sedikit kurang related karena selama ini aku nyaman hidup dalam sistem budaya ini. Dimana laki-laki adalah pemimpin, dalam agama yang ku anut pun. Selama hidup di dalam keluargaku, kami tidak pernah memperkarakan otoritas bapakku sebagai kepala keluarga (karena semua keputusan bapakku pasti adalah yang terbaik untuk bersama dan hal tersebut merupakan sesuatu yang perlu dipertanggungjawabkan). Ya karena bukan patriarki yang saklek sih, soalnya bapakku juga kadang ada takutnya sama ibu yang kalo diajak berdebat bisa dijabanin sampe lawan bicaranya capek bales.

Namun semakin kesini, aku baru tau dan memahami ternyata banyak juga orang-orang yang ngerasain ngga enaknya budaya patriarki yang berlangsung dalam sistem kerja dan sosial. Ngga cuma di pihak perempuan saja, laki-laki pun. Mereka jadi pihak yang selalu diandalkan, urusan angkat galon "cowok kan makannya banyak pasti kuat." Ngga juga, aku pun kuat karena aku makannya banyak. Kapan hari aku bahkan angkat galon plus kerdus air 1.5 literan (walau berakhir ke tukang urut yang mengira aku keseleo karena kebanyakan senam) setidaknya ya urusan angkat-angkat bisa siapa aja asal kuat. Bayar-bayarin pas pergi kencan adalah kewajiban laki-laki. Yeeee kesian amat lelaki sudah wajib menafkahi lebih dini. Untuk beberapa hal aku cukup setuju dengan sistem kesetaraan gender dalam masyarakat. Perempuan juga bisa kok diandalkan. Bisa juga kok bayarin jajan jolly time buat bekel nonton pas kencan. Jadi manusia biasa aja who does common things regardless of gender.

Intinya aku bersyukur bisa hidup dalam keluarga patriarki ber-privilege. Hehehehe. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar