Minggu, 30 Oktober 2016

Butuh Matahari

Ketika mainan shibori menjadi satu-satunya hiburan yang berarti di kala selo Kita nyobain nyelup kain lagi karena masih penasaran gimana teknik dan takaran cairan yang pas. Jadi sepertinya masih akan ada kegiatan nyelup dan jemuran artsy lagi sampe nemu cara yang paling benar. Dan kesimpulan dari hasil eksperimen Sabtu kemarin adalah butuh air panas untuk merendam kain dan butuh matahari jam 1 siang yang panas biar warnanya lebih keliatan dan pekat. Tapi sebenernya entah karena matahari atau reaksi kimia nitrit dengan oksigen. Science is fun by the way. 



Minggu, 23 Oktober 2016

Doing Art


Oh hay, folks! Hari ini Didi si teman artsyku workshop-ing aku dan Adul tentang cara bikin shibori indigo dye ala-ala 'do it yourself'. Awalnya cuma Adul aja yang pengen gara-gara beberapa hari lalu Didi upload foto kain jumputan 'do it yourself' nya dia di instagram. Setelah liat dan kepo kayaknya keliatan menarik, jadilah aku yang selo ini ikutan tertarik bikin-bikin. Dan weekend ini kita berkumpul di rumahku dan bikin shibori bersama-sama. Benar-benar kegiatan artsy. Well if you dont know, shibori itu semacam teknik jumputan atau tie dye ala Jepang yang bikin pola warna dan bentuk di kain dengan cara twisting, wrapping, stiching, binding, and such lalu dicelup ke pewarna kain which yang kita pakai adalah pewarna indigo.

Tadinya aku merasa kain jumputan adalah hal yang sangat old-fashion dan tidak menarik. Patternnya membosankan dan sepertinya cara bikinnya sangat effortless. Tapi setelah membuat sendiri hari ini, ternyata aku salah. Ternyata menyenangkan dan penuh dengan kejutan. Ngga bakalan tau jadinya kayak gimana, gagal atau engga sampe akhirnya kain itu dibuka. Terima kasih pinterest yang sudah sangat memberi inspirasi. 

Aku sama Adul nurut aja sama Didi karena kita posisinya sebagai murid. Beli dulu pewarna indigo dan larutan tekstil yang bikin warnanya timbul (aku lupa, hcl dan apa ya...) di daerah Pasar Ngasem. Di tempat itu isinya memang hal-hal yang semacam membatik dan mewarnai kain. Lumayan lengkap dan harganya ngga terlalu mahal tapi ya ngga murah juga sih, atau karena kita ngga tau lagi mau beli dimana sebagai pembanding harga. Setelah itu baru beli kain di daerah Plengkung Gading. Toko kain lawas anti mainstream langganan Adul yang isinya kain-kain artsy. Lol. Aku pake kain blacu, Didi kain kanvas yang seratnya lebih bagus, dan Adul semacam kain bahan katun warna putih. Kita pake kain yang beda-beda karena pengen tau gimana bentuk motifnya kalo diaplikasiin pake kain yang bentuknya beda-beda.




Okay, setelah terbeli semuanya kita mulai melipat, menjahit, mengikat, dan mengaretin kain-kain tadi. Aku milih melipat dan menjait kainnya biar lebih kenceng, setelah itu dipress pake stick es krim yang dikaretin ujung-ujungnya. Kalo Adul kainnya digulung pake bambu, terus ditali-tali pake benang kenur dan dikencengin lagi pake karet biar motifnya garis-garis. Didi as our mentor, pake media kaos yang dikaretin dan kain yang dilipet-lipet sampe kecil terus dipress pake stick es krim. And also my mum, yang iseng pengen ikutan pake cara ala jumputan. It takes an hour cuma buat ngiketin kain-kain tadi. 







Pertama kain tadi direndem di dalem air dingin (yang seharusnya sampe kainnya bener-bener meresap dan basah sampe ke dalem-dalemnya) yang gunanya agar kainnya bisa kena pewarna sampe ke dalem-dalem karena itu kan dilipet dan tebel. Abis itu dicelup ke pewarna indigo yang udah dilarutin di air dan ke larutan tekstil tadi. Celupnya harus berkali-kali dan lama biar warnanya bisa keliatan pekat banget. Lumayan lama juga nyelupnya, karena antara yakin ngga yakin bakalan jadi atau enggak. Setelah kira-kira sejam kurang baru kain itu dicuci pake air bersih, abis itu iketannya dilepasin satu-satu. Dan, voila! Ini sebenarnya masih gagal. Karena warna birunya ngga nyerap sampe dalem, dan bentuk patternnya ngga terlalu jelas.






Sabtu, 08 Oktober 2016

Story of Hand

Hari ini lagi bosen banget dan iseng buka-buka file foto-foto workshop. Waktu jaman suka ikutan workshop foto, aku sering banget kebingungan tiap milih konsep foto apa buat karyaku. Kadang rada absurd, kayak waktu di Jakarta aku milih tema abandoned house gara-gara pernah liat di sebuah website foto. Ada fotografer yang bikin photo project tentang abandoned buildings di beberapa mall di Tiongkok yang abandoned dan ada yang alih fungsi jadi kolam ikan raksasa. Tapi keren banget yang harusnya bangunan ngga keurus bakalan terlihat dan terkesan serem tapi ini engga karena kemudian entah gimana prosesnya bisa berubah jadi kolam ikan yang super besar. It was amazed me just by seeing a photo. Pernah juga pas lagi seneng-senengnya liat photo project orang, ada street photographer yang bikin project temanya tangan (Story of Hand). Sederhana sekali, dia cuma motretin aktivitas orang-orang yang ada di jalan dan semua point of interestnya ada di tangan. Kadang bingung, kalo mau bikin photo project gitu kita foto dulu baru nentuin benang merahnya atau kita cari tema dulu baru eksekusi. And btw, these are story of hand by me setelah membongkar file. Lol. At this case aku berarti memfoto dulu baru mencari benang merah.






Selasa, 04 Oktober 2016

"Jangan Sedih, Aku Aja Bahagia"

Waktu itu aku lagi bacain tweet salah satu journalist dan blogger kesukaanku, kemudian yang ku dapati setelah ngepoin twitternya (dan postingan instagramnya) adalah dia sudah putus dengan mantan pacarnya, dan yang lebih cool dia ternyata sudah punya pacar baru lagi. What a move! Pertamanya aku (sebagai seorang followers) merasa rada sedikit sedih dan tidak rela karena mantan pacarnya ganteng banget, dan pun mereka berdua terlihat super serasi serta menyenangkan untuk dilihat. Tapi mereka berdua emang beda keyakinan sih, mungkin juga putusnya karena itu atau hal lain idc. Ganteng aja ngga cukup, dude. Terus aku baca salah satu tweet yang dia tulis sebagai tweet balasan ke temannya, intinya temannya merasa sedih karena dia putus, lalu dibalas dengan singkat "Yah jangan sedih dong, gue aja lagi bahagia." It somehow warms my heart. In her case, dia mungkin merasa bahagia karena pacarnya baru dan sudah bisa move on dengan selamat. And in my case... No clue. I am just simply happy by being a single.

Aku pun habis putus dan bingung karena tidak merasakan sedih seperti patah hati-patah hati sebelumnya. Bahkan sekarang sangat bahagia karena entahlah, hidupku jadi lebih menyenangkan dan hal-hal baik datang setelahnya. Jujur, ini bukan kalimat yang dibuat-buat supaya aku tidak terlihat menyedihkan dan depresi. Aku memang tidak pintar mengungkapkan perasaan saat menulis poem romantis atau memasang foto yang mengandung kebahagiaan (mungkin-mungkin yang dilihat orang hanya sebatas path atau instagram aja) untuk konsumsi publik. Karena mostly orang tau apa yang kita lakukan dari media sosial, kayak "Eh dia kan udah putus coba cek deh twitternya." Karena memang juga aku agak insecure dan sedikit hati-hati dalam menggunakan  media sosial. Mungkin aku sebenarnya lebih takut dengan judgements, dan respon orang-orang. Kalo kata Khalil Ghibran "Travel and tell no one, live a true love story and tell no one, live happily and tell no one, people ruin beautiful things." Indeed people ruin beautiful things, or at least ya I would only show what I want to show.

Ini pun ku tulis karena semalam teman-temanku merasa sangat bersalah saat aku pulang paling terakhir (mereka menganggap aku terkesan menenangkan diri) dan mukaku terlihat sedih karena mereka diam-diam mengamati gerak-gerikku setelah aku ditanyai secara random bagaimana perasaanku pasca putus (which, pertanyaan semacam itu untuk beberapa orang yang habis putus emang sangat sensitif dan untuk yang susah move on pasti akan diselingi isak tangis sebelum akhirnya mulai menjawab, tapi sungguh buatku itu bukan masalah karena mereka orang-orang terdekatku). Padahal aku jawabnya biasa aja dan apa adanya, senyum-senyum, sedikit ngakak, dan plus dengan becanda. Kenyataannya adalah aku emang lagi ngantuk berat karena seharian pergi bareng mereka dan harus nungguin pesanan cinnamonrolls ku yang butuh waktu 10 menit buat diangetin di dalem microwave buat dibawa pulang, thats why aku baliknya terakhir. Lol.

Hari itu aku bahkan sebenarnya lebih sedih ketika tau siapa dosen pembimbing dua skripsiku. Tapi memang melelahkan dan menyebalkan sekali tiap mendengar kalimat semacam "Jangan sedih ya, mungkin emang ngga berjodoh." Atau "Sabar ya..." Atau ke annoyingan orang-orang random yang kepo sibuk cari tau apa permasalahan yang bahkan aku males ngebahasnya. Am I that miserably sad? Huh.

Eventually, terima kasih kepada logika yang menjadi dominan daripada perasaan. Terima kasih kepada hati yang sudah mau membuka pintu untuk cinta yang baru. Dan terima kasih kepada kenyataan karena akhirnya aku bisa menertawaimu dengan puas.