Awal tahun kemarin (Januari), S dan aku memutuskan untuk menjalankan hubungan manis ini menjadi lebih manis lagi. Kami hanya memiliki waktu enam bulan untuk mempersiapkan hari pernikahan kami yang mana kenyataannya waktu efektif yang kami jalani hanya tiga bulan. Tanpa bantuan wedding organizer tentu hari-hari persiapan pernikahan ini menjadi lebih melelahkan dan membingungkan. Patokanku, aku hanya ingin pernikahan yang sederhana, intim, hangat, berkesan namun tidak membuat kami ribet.
Pertama yang kami tentukan adalah tempat untuk melaksanakan pernikahan. Sesungguhnya kami tidak lagi mencari tempat lain karena satu-satu tempat yang kami (terutama aku) inginkan hanyalah Candi Tirtoraharjo. Tempatnya sangat nyaman, sejuk karena banyak sekali pepohonan dan kolam renang besar, artsy, njawani, dan indah. Rasa tiap makanan disana tidak pernah mengecewakan, test food pernikahan kami adalah salah satu rangkaian persiapan pernikahan yang paling kami suka. Ahahahahaha. Sudah jatuh cinta dengan tempat itu sejak datang kesana beberapa tahun lalu.
Kedua, menentukan kostum apa yang cocok kami gunakan di hari pernikahan. Kami harus menggunakan dua kostum, untuk akad nikah pada sore hari dan acara resepsi pada malam hari. Kami masih berpegang teguh tidak ingin ribet namun berkesan, maka aku menentukan dan memilih pakaian/baju kurung khas melayu untuk akad nikah dan kebaya hijabi kontemporer yang tidak ribet untuk resepsi. S adalah warga Kalimantan yang mana dekat dengan budaya melayu sedangkan aku adalah warga Jogja yang kurang tulen karena ayahku berdarah Padang. Kebetulan dari dulu aku memiliki imej jika menikah maka perlu menggunakan kebaya, kain batik serta roncean bunga melati di kepala. Maka pakem-pakem tersebut jelas ada, sisanya dikreasikan. Karena biaya menyewa pakaian pernikahan perlu ditekan (karena sangat mahal ngga masuk akal) maka kami memutuskan untuk menjahit pakaiannya sendiri (dengan tenaga profesional di bidangnya). Sangat menyenangkan sekali menentukan kainnya, warnanya, dan modelnya. Sangat suka dengan hasilnya, sangat aku (ukurannya).
Setelah tempat pernikahan, makanan, dan kostum selesai maka tugasku selanjutnya hanya hal-hal sepele seperti memilih jasa rias/MUA dengan anggaran dana paling pas, memastikan kain dan kostum untuk keluarga, serta menentukan souvenir pernikahan. Karena agak ambisius (saat itu) maka aku memutuskan untuk membuat souvenir pernikahan sendiri. Menjahit 300an pouch untuk souvenir pernikahan hanya dalam tiga bulan. Dibantu mesin jahit ibuku dan hari-hari work from home serta uluran tangan S dan Miha membuat semuanya berjalan lancar. Oh ada lagi, undangan fisik pernikahan kami juga bikin sendiri. Design undangannya lagi-lagi sederhana, hand draw customized (gambar Candi Tirtoraharjo) dan selembar aja karena cetak hard print mayan mahal. Bagian undangan juga ku lakukan dengan ambisius karena pilih pitanya sendiri, nempelin stiker sendiri (pesen di Shopee), dan plastikin sendiri.
Untuk sisa keperluan pernikahan lain tentu dilakukan oleh ayah dan ibuku berserta sobatnya, termasuk memilih pranatacara, vendor sound dan lighting, dekorasi, dokumentasi, pengisi acara, termasuk foto preweddingku. Foto prewedding kami dilakukan H-1 bulan, tadinya kami ngga mau ada foto prewedding karena memang ngga mau (ribet cari MUA, fotografer, venue, bla bla bla). Tapi dirasa perlu untuk kebutuhan dekorasi (yha oke!), jadi foto buru-buru, cari MUA buru-buru, di studio foto aja yang pasti bagus (pun fotografernya).